Jumat, 19 Februari 2010

Industri Ritel Indonesia

INDUSTRI RITEL INDONESIA
Bisnis ritel di Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu Retail Modern dan Retail Tradisional. Ritel modern pada dasarnya merupakan perluasan tradisional. Format ritel ini muncul, tumbuh berdampingan dengan ekonomi, perkembangan teknologi, serta perubahan gaya hidup dalam masyarakat yang menuntut pengalaman belanja lebih nyaman.
Ritel modern pertama kali muncul di Indonesia ketika Sarinah Department Store ini didirikan pada tahun 1962 dan sistem ini terus tumbuh selama 1980-an. Awal tahun 1990 adalah sebuah tonggak sejarah bagi peritel asing masuk ke Indonesia, ditandai dengan pengoperasian pertama terbesar rantai ritel Jepang 'Sogo'. Ritel modern tumbuh dengan cepat ketika Pemerintah, melalui Keputusan Presiden No 99/1998, mengeluarkan bisnis ritel dari daftar negatif investasi asing. Sebelum dekrit dikeluarkan, ada sedikit peritel asing beroperasi di Indonesia. Saat ini, terdapat berbagai jenis ritel modern mulai dari Pasar Modern, Supermarket, Department Store, Boutique, Factory Outlet, Specialty Store, Trade Center, dan Mall / Super Mall / Plaza. Pertumbuhan jenis outlet ritel modern akan terus mengikuti perkembangan ekonomi, teknologi dan tuntutan yang dibuat oleh gaya hidup masyarakat.
Tantangan dalam kompetisi Bisnis Ritel
Bisnis ritel indonesia akan menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama yang mungkin akan memperlambat pertumbuhan omset sebagai dampak perlambatan ekonomi akibat krisis global hingga 2008. Saat ini, daya beli masyarakat telah terpengaruh dan diperkirakan terus menurun akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi. Namun, seperti Pasar Modern menawarkan kebutuhan dasar konsumen, pasar jenis ini diperkirakan tetap berkembang, meskipun tidak setinggi sebelumnya. Jika selama 2004-2008 omset pasar modern tumbuh rata-rata 20% per tahun, dengan demikian, pada 2009-2010 - apabila dampak negatif dari krisis global pada sektor riil mencapai puncaknya, omset pasar modern diperkirakan meningkat pada hanya 5-10 %. Namun, seiring memperbaiki ekonomi global, pada tahun 2011, pertumbuhan perputaran akan memantul kembali ke tingkat pertumbuhan seperti sebelum krisis global.Tantangan lain berasal dari kerangka peraturan. Fakta bahwa Pasar Tradisional turun secara bertahap, yang ditunjukkan dari omset mereka menurun dan lebih sedikit konsumen berbelanja di Pasar Tradisional, hal ini telah memaksa pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yang mengatur keselarasan antara Pasar Modern dan Retail Tradisional.
Peluang dan Potensi Industri Ritel Indonesia
Berikut hasil riset dari AC Nielsen tahun 2007 :
Total Penjualan Ritel di Indonesia (Total 51 Kategori):
2003: 41,929 Trilyun Rupiah
2004: 48,642 Trilyun Rupiah (meningkat 13,8%)
2005: 57,244 Trilyun Rupiah (meningkat 17,7%)
2006: 63,558 Trilyun Rupiah (meningkat 14,3%)
Beberapa kondisi terkini yang berpotensi mendukung perkembangan usaha ritel yang “mendekatkan diri ke konsumen”:
• Meningkatnya Pasangan Bekerja (Double Income Family)
• Selain meningkatnya daya beli, timbul kebutuhan untuk mendapatkan barang/jasa dalam waktu yang cepat dan tepat. Produk yang dibutuhkan menjadi lebih bervariasi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan wanita bekerja.
• Pertumbuhan Kota-kota Satelit
• Pola pembelanjaan daily goods bergeser dari yang dahulu terpusat di gerai-gerai besar di pusat kota (mal/plaza) menjadi pembelanjaan cepat di minimarket atau lewat delivery shopping, terutama karena faktor waktu (jarak, kemacetan lalu lintas) dan biaya transportasi (bensin, tol).
• Piramida Kependudukan Semakin Cembung. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk usia muda (0-19 tahun) cenderung tetap dengan proporsi menurun, sedang segmen usia produktif (20-49 tahun) meningkat hingga 1,6x lipat sebanyak 48 juta jiwa dibanding tahun 1990. Segmen usia lanjut (> 50 tahun) meningkat 1,9 juta kali lipat. Piramida penduduk yang semakin cembung ini menunjukkan bahwa kebutuhan produk untuk segmen usia produktif dan lanjut akan terus meningkat.
• Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hadirnya teknologi baru selalu mengubah gaya hidup masyarakat. Informasi dapat diberikan langsung dalam bentuk interaktif, bukan hanya dengan promosi langsung dari produsen/penjual, namun dari testimoni dan dorongan relasi lewat jejaring sosial (chat,facebook,BB msg,dsb.).
• Pengalaman positif dari suatu merk/jasa akan mendapat apresiasi dan pencitraan positif, sebaliknya pengalaman negatif akan segera mendapat pencitraan negatif yang menyebar dengan cepat. Kemampuan peritel untuk berkomunikasi menjadi sangat vital. Kunci keberhasilan peritel adalah kemampuan menjaga hubungan dan komunikasi timbal balik.
Ancaman Industri Ritel Indonesia
Iklim usaha ritel di dalam negeri memang memungkinkan sektor industri ini tumbuh dengan pesat. Keputusan Presiden (Keppres) No 96 Tahun 2000 dan Keppres No 118 Tahun 2000 yang mencabut ritel dari daftar negatif investasi membawa angin liberalisasi sektor ritel Indonesia. Selain itu, omset ritel modern yang sangat menggiurkan mencapai sekitar Rp 49 triliun per tahun (data AC Nielsen, 2006) dengan kecendrungan terus tumbuh di atas 15 persen setiap tahunnya.
Sebagai dampaknya kini di Indonesia bermunculan raksasa bisnis ritel dan sejenisnya. Pertumbuhan pasar modern yang tidak terkendali setidaknya berakibat pada dua hal. Yaitu menurunnya daya saing pasar tradisional dan semakin lemahnya posisi tawar para pemasok pasar modern yang umumnya berasal dari kelas usaha menengah ke bawah (UKM).
Mutu pelayanan yang dimiliki pasar modern menjadi daya tarik tersendiri bagi para konsumen. Tren yang berkembang saat ini menunjukkan peran pasar modern bukan hanya sekedar tempat berbelanja semata, namun juga menjadi salah satu sarana hiburan yang cukup diminati keluarga. Di sisi lain, kondisi pasar tradisional yang identik dengan tempat kumuh, semrawut, tidak aman, harga tidak pasti dan sederet predikat buruk lainnya, menyebabkan konsumen lebih memilih berbelanja di pasar modern daripada di pasar tradisional.
Padahal keberadaan pasar tradisional di tanah air sebenarnya memiliki potensi yang sangat strategis dalam memperkuat perekonomian bangsa. Pasar tradisional jumlahnya mencapai 13.450 pasar serta didukung lebih dari 12,625 juta pedagang bisa diandalkan dalam perbaikan ekonomi nasional khususnya pada masa krisis ekonomi seperti saat ini. Selain itu, pasar tradisional juga merupakan salah satu indikator nasional dalam mengukur stabilitas pangan seperti beras dan sembako.
Sedangkan peran dominan yang dimiliki peritel modern berpengaruh terhadap lemahnya posisi tawar para pemasok. Matinya sejumlah pasar tradisional serta sulitnya mencari wilayah pemasaran yang baru, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Susanto, seringkali dimanfaatkan para peritel modern untuk memaksakan syarat perdagangan (trading term) sesuka hati kepada pemasok UKM.
Akibat aturan trading term yang diterapkan sesuka hati ini muncul kekhawatiran dari sejumlah asosiasi perusahaan pemasok ritel, hal tersebut secara perlahan dapat mengancam keberlangsungan industri nasional. Wakil Ketua Umum Persatuan Kosmetik Indonesia (Perkosmi), Putri K Wardani, mengatakan ketentuan trading term yang selama ini diterapkan ritel modern kepada pemasok sangat memberatkan industri dalam negeri.
Menurut Putri, biaya trading term yang dikenakan kepada pemasok, setiap tahunnya mengalami kenaikan. Bahkan biaya aturan dagang yang dikenakan kepada pemasok, ada yang mencapai 70 persen. Pengenaan biaya trading term yang besar tersebut pada akhirnya akan menyebabkan produsen nasional tidak memiliki margin yang cukup untuk mengembangkan industrinya dan membayar biaya-biaya tetap mereka. ''Apalagi untuk beriklan agar usahanya dapat terus tumbuh,'' katanya.
Ironisnya, aturan trading term yang sangat memberatkan ini yang sebelumnya hanya diterapkan perusahaan ritel asing, kini juga ditiru sejumlah peritel lokal. Berdasarkan data yang dihimpun dari delapan asosiasi perusahaan pemasok ritel, item-item persyaratan yang dinegosiasikan peritel kepada pemasok dari tahun ke tahun semakin bertambah.
Ketentuan trading term yang diajukan peritel di tahun 2003 yang hanya mencakup 6 item saja, bertambah menjadi 15 item di 2004 dan 17 item di 2005. Syarat perdagangan tersebut antara lain berupa listing fee, fixed rebate, minus margin, term of payment, regular discount, dan opening cost/new store.
Apabila industri tidak lagi bisa menerima aturan trading term yang diberlakukan pasar modern, maka industri terpaksa kembali ke pasar tradisional yang tingkat pertumbuhannya saat ini terus menurun. ''Akibatnya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) massal pada industri nasional akan menjadi tidak terelakkan di kemudian hari,'' kata Putri.
Menurut Susanto, kondisi ini berdampak pada banyaknya produk lokal yang pada akhirnya dikembalikan oleh pihak peritel modern karena penolakan yang disampaikan oleh perusahaan pemasok tentang ketentuan trading term yang dinilai tidak adil dan sepihak. Sebagai ganti produk lokal ini, menurutnya, banyak perusahaan ritel modern terutama yang dimiliki asing mengimpor produk sejenis dari negara lain.
Analysis Perusahaan
Yogya group
COVERAGE
Saat ini beroprasi di wilayah Jawa Barat, Jakarta & Sebagian Jawa Tengah.
YOGYA Group memiliki 52 outlet dengan brand name Toserba YOGYA dan Toserba GRIYA.


RETAIL SPACE
Berkembang dari toko kecil di Kosambi dengan luas hanya 100m2.
Saat ini, YOGYA Group memiliki luas retail sebesar 160.0000m2 dengan 89.000m2 diantaranya adalah selling Area.
PENUNJANG
Dengan total bangunan seluas 4.800m2, kantor pusat YOGYA Group berfungsi sebagai pusat kendali dan pengambilan keputusan strategis manajemen sekaligus infrastruktur pendukungnya bagi setiap outletnya, khususnya dalam pembelian produk, promosi, teknologi dan lain-lain.

DISTRIBUTION CENTER (DC)
Dengan luas sekitar 5.300m2. Distribution Centre (DC) berfungsi sebagai gudang dan pusat pendistribusian barang ke seluruh outlet-outlet yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Dilengkapi dengan berbagai peralatan logistik & armada transportasi baran yang handal untuk mendukung terdistribusinya barang ke setiap toko yang menbutuhkan secara tepat waktu, tepat kualitas & tepat kuantitas.
MARKETING
Cara meraih dan merebut hati pelanggan merupakan tantangan yang dihadapi setiap pelaku bisnis ditengah situasi persaingan yang sangat ketat.
Oleh karena itu ketepatan dalam menerapkan strategi pemasaran sangat penting dalam memenangkang hati pelanggan demi keberhasilan dan kemajuan Toserba YOGYA sebagai “Pilihan Keluarga Bijak”.

INFORMATION TECHNOLOGI (IT)

YOGYA Group terus melakukan berbagai pengembangan dan akuisisi teknologi informasi terbaru untuk menjamin pengambilan keputusan manajemen yang akurat dan kepuasan bagi pelanggan.

HUMAN RESOURCES
Bermula dari 5 orang karyawan, YOGYA Group saai ini memiliki lebih dari 7.100 orang karyawan. Sebagian besar karyawan berusia muda dan produktif (21-30 tahun, hampir mencapai 68%)
Menyadari bahwa karyawan merupakan asset yang berharga bagi pengembangan perusahaan dimasa depan, maka YOGYA Group mengembangkan suatu Learning Center sebagai pusat pembelajaran, pelatihan dan pengembangan karir bagi sumber daya manusianya.

Strategi Bersaing Yogya Group
Strategi yang telah dilakukan Grup Yogya yaitu : Biaya kepemimpinan (cost leadership). Yogya Group telah diklaim telah berjuang untuk biaya kepemimpinan untuk mencapai tujuan strategis. Dari proses hulu ke hilir proses, kerja kelompok yogya segala cara untuk mengurangi biaya, sementara di sisi lain, tingkat pelayanan masih tunduk pada perhatian utama mereka. Ini meningkatkan rantai suplai tradisional untuk mendapatkan keuntungan.
Yogya Group percaya bahwa untuk mencapai biaya kepemimpinan ada sumber keunggulan biaya yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam industri ritel. Tidak sebanyak seperti di industri manufaktur, hanya ada beberapa sumber yang tersedia untuk perusahaan dalam industri ritel untuk mengeksploitasi, seperti di industri ritel proses rantai nilai dipotong dan dipersingkat. Hanya ada beberapa proses bersarang dalam setiap langkah proses dalam menyelesaikan rantai pasokan. Ada hubungan pemasok, pembelian, manajemen persediaan, Penjualan dan operasi dan hubungan pelanggan. Ini adalah sumber keunggulan biaya yang telah dikerahkan oleh Yogya Group:
1. Perangkat lunak teknologi perusahaan seperti kualitas hubungan antara tenaga kerja dan manajemen dan Organisasi budaya. Di Yogya Group kualitas hubungan antara pekerja dan manajemen yang luar biasa dipertahankan. Terdapat kekerabatan yang kuat mengelilingi sikap kerja sehari-hari di grup yogya. Dengan mengembangkan kekerabatan yang kuat di antara perusahaan itu akan mengurangi kemungkinan dan biaya tenaga kerja seperti biaya turn over karyawan tinggi. Ada tiga inti nilai perusahaan di grup Yogya, Kejujuran, Kesetiaan dan kerendahan hati. Tiga nilai inti adil menyumbang pengurangan biaya untuk grup yogya tujuan pengurangan biaya. Ini akan mencegah para pekerja dari mencuri, biaya mengurangi kualitas layanan yang buruk yang diberikan oleh karyawan untuk pelanggan dan membantu Manager untuk mempertahankan biaya tenaga kerja pada tingkat yang wajar dan adil.
2. Pemasok
kegiatan rantai nilai, Mulai dari Pembelian, sistem distribusi, management inventory kepenjualan dan operas,. Yogya Group percaya bahwa strategi biaya kepemimpinan bekerja dengan baik ketika hanya ada beberapa cara untuk mencapai diferensiasi produk yang memberikan nilai kepada pelanggan, ketika persaingan sangat ketat, perang harga terjadi, dan profit margin yang berkurang. Itulah kondisi yang dihadapi. Grup Yogya selalu memastikan bahwa mereka memiliki kontrak yang adil dan menguntungkan dengan pemasok. Jika mereka dapat menjamin hal ini, maka mereka akan mendukung kebijakan pemotongan biaya sehari-hari. Berikut adalah gambaran tentang bagaimana kontrak menguntungkan dapat membantu perusahaan untuk menjaga biaya operasional yang rendah.
Dengan kontrak menguntungkan kita dapat memastikan bahwa lead time dari
memesan barang pengiriman tidak akan mengambil waktu yang sangat lama sebelum kita bisa menerima barang yang dipesan. Dengan lead time bermanfaat bagi operasi kami Yogya dapat mencegah Stok biaya dan membuat sistem persediaan ramping.
Ketika menerima barang, Yogya periksa kembali barang-barang dan sesuai dengan pesanan pembelian, jika ada barang rusak atau hancur terdeteksi, kontrak menguntungkan dapat menyetujui kita untuk mengembalikan barang-barang tertentu itu kembali ke pemasok, jadi kami mencegah penyusutan biaya.
Menguntungkan kontrak membantu Yogya untuk memelihara dan mengontrol arus kas, mereka biasanya menghitung periode menjaga stok barang yang dipilih dan mendorong pembayaran untuk jangka waktu lebih panjang daripada periode menjaga saham mungkin. Dalam proses-proses operasional, Yogya menekan biaya overhead mereka untuk mempertahankan profitabilitas. Dalam setiap divisi biaya dan biaya mencegah tindakan dekompresi dinilai pada setiap kegiatan. Tetapi tidak semua karyawan memahami pentingnya filosofi ini. Yogya masih perlu untuk meningkatkan pemahaman karyawan tentang kepemimpinan biaya. Pelatihan dan pengembangan secara teratur dijadwalkan untuk karyawan mereka. Pada pelatihan tersebut, pengelolaan dan berkelok-kelok selalu mengingatkan pentingnya sikap biaya kepemimpinan di antara karyawan.

Analisis Kelebihan dan Kelemahan Yogya Group
Kelebihan Yogya Group
•Penetapan harga perluasan pasar (Harga bersaing)
•Pemilihan lokasi usaha yang strategis
•Persediaan barang yang selalu terkontrol
•Sering melakukan potongan harga / diskon.
•Promosi yang efektif, diantaranya dengan memberikan member card, hadiah langsung dan hadiah undian.
•Standar yang tinggi untuk pengadaan produk untuk kesehatan
•Pemberian pengetahuan yang jelas mengenai produk
Kelemahan Yogya Group
•Ruang parkir yang sempit
•Penempatan dan pengaturan barang, Khususnya jarak antar rak sempit, sehingga sering terjadi berdempetan konsumen
•Rantai nilai distribusi relatif rumit
•Tempat yang kurang luas dan kurang nyaman
Carefour
Di bulan Januari 2008 PT.Carrefour Indonesia berhasil menyelesaikan proses akuisisi terhadap PT. Alfa Retailindo Tbk. Saat ini, Carrefour Indonesia memiliki lebih dari 60 (enam puluh) gerai yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Semarang, Medan, Palembang dan Makasar yang didukung lebih dari 11,000 (sebelas ribu) karyawan profesional yang siap untuk melayani para konsumen
Strategi Bersaing Carefour


Kelebihan Carefour
•Kekuatan Permodalan yang kuat
•Interaktivitas pelanggan
•Kesan Lux dan nyaman
•keuntungan ekonimis dalam pencarian barang serta distribusi di dalam regional, yang di terapkan dengan ”competitive supply chain network”.
•Pilihan roduk yang lengkap (Keragaman produk yang lengkap)
•Harga yang bersaing
•Berkonsep one stop shopping
Kelemahan Carefour
•Belum masuk ke kabupaten- kabupaten kota, kecuali gerai kecil yang dulunya milik alfa
•Placement garainya sangat mahal

Selasa, 02 Februari 2010

scm &erp

BAB I

PENDAHULUAN





    1. LATAR BELAKANG

Persaingan bisnis yang semakin sengit, membuat sejumlah perusahaan mulai mengefisienkan segala kegiatan operasional bisnisnya. Jika semakin kompleks proses bisnis yang dijalankan, maka cepat atau lambat perusahaan tersebut pasti akan memerlukan sistem yang bisa mengatasinya. Untuk dapat bersaing, tentu diperlukan suatu sistem aplikasi teknologi yang baik, untuk dapat memonitoring segala aktivitas perusahaan. Tak mengherankan jika perusahaan pasti membutuhkan sebuah sistem aplikasi yang dapat memudahkan proses kerja. Kegiatan menghasilkan produk / jasa, ketersediaan bahan baku, laporan keuangan, laporan pemasaran, laporan komplain pelanggan, dan sebagainya, merupakan beberapa komponen yang dapat menjadi bahan analisis untuk mengambil keputusan. Dalam hal untuk mempermudah proses kerja tersebut tentu saja perusahaan sangat membutuhkan sebuah sistem aplikasi yang baik untuk mendukung aktivitas kerja yang lebih efisien, salah satu sistem aplikasi yang sekarang ini berkembang adalah Enterprise Resource Planning (ERP) dan Supply Chain management (SCM), dimana ERP ini adalah sistem yang dapat mengintegrasikan semua data dan proses di sebuah perusahaan ke dalam sebuah sistem tunggal. Sistem ERP ini didesain untuk perancangan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan sedangkan Supply Chain Management (SCM) merupakan aplikasi terpadu yang memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal pengadaan barang dan jasa bagi perusahaan sekaligus mengelola hubungan diantara mitra untuk menjaga tingkat kesediaan produk dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan secara optimal.



    1. TUJUAN

Penulisan paper singkat ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara Enterprise Resource Planning (ERP) dan Supply Chain management (SCM) dan implementasinya dalam dunia bisnis.






BAB II

ERP DAN SCM


2.1 ENTERPRISE RESOURC PLANNING ( ERP )

ERP (Enterprise Resource Planning) System adalah sistem informasi yang diperuntukkan bagi perusahaan manufaktur maupun jasa yang berperan mengintegrasikan dan mengotomasikan proses bisnis yang berhubungan dengan aspek operasi, produksi maupun distribusi di perusahaan bersangkutan. ERP berkembang dari Manufacturing Resource Planning (MRP II) dimana MRP II sendiri adalah hasil evolusi dari Material Requirement Planning (MRP) yang berkembang sebelumnya.. Sistem ERP secara modular biasanya menangani proses manufaktur, logistik, distribusi, persediaan (inventory), pengapalan, invoice dan akunting perusahaan. Ini berarti bahwa sistem ini nanti akan membantu mengontrol aktivitas bisnis seperti penjualan, pengiriman, produksi, manajemen persediaan, manajemen kualitas dan sumber daya manusia.
ERP sering disebut sebagai Back Office System yang mengindikasikan bahwa pelanggan dan publik secara umum tidak dilibatkan dalam sistem ini. Berbeda dengan Front Office System yang langsung berurusan dengan pelanggan seperti sistem untuk e-Commerce, Costumer Relationship Management (CRM), e-Government dan lain-lain.

Modul ERP

Modul ERP Secara modular, software ERP biasanya terbagi atas modul utama yakni Operasi serta modul pendukung yakni Finansial dan Akunting serta Sumber Daya Manusia: Secara modular, software ERP biasanya terbagi atas modul utama yakni Operasi serta modul pendukung yakni Finansial dan Akunting serta Sumber Daya Manusia:

  • Modul Operasi Modul Operasi General Logistics, Sales and Distribution, Materials Management, Logistics Execution, Quality Management, Plant Maintenance, Customer Service, Production Planning and Control, Project System, Environment Management. General Logistics, Sales and Distribution, Material Management, Logistics Execution, Quality Management, Plant Maintenance, Customer Service, Production Planning and Control, Project System, Environment Management.

  • Modul Financial & Akuntansi Modul Financial & Akuntansi
    General Accounting, Financial Accounting, Controlling, Investment Management, Treasury, Enterprise Controlling. General Accounting, Financial Accounting, Controlling, Investment Management, Treasury, Enterprise Controlling.

  • Modul Sumber Daya Manusia Modul Sumber Daya Manusia
    Personnel Management, Personnel Time Management, Payroll, Training and Event Management, Organizational Management, Travel Management. Personnel Management, Personnel Time Management, Payroll, Training and Event Management, Organizational Management, Travel Management.

Manfaat Menggunakan ERP

Berikut ini adalah sebagian kecil manfaat dengan diaplikasikannya ERP bagi perusahaan:

  • Integrasi data keuangan. Mengintegrasikan data keuangan sehingga top management bisa melihat dan mengontrol kinerja keuangan perusahaan dengan lebih baik.

  • Standarisasi Proses Operasi. Menstandarkan proses operasi melalui implementasi best practice sehingga terjadi peningkatan produktivitas, penurunan inefisiensi dan peningkatan kualitas produk.

  • Standarisasi Data dan Informasi. Menstandarkan data dan informasi melalui keseragaman pelaporan, terutama untuk perusahaan besar yang biasanya terdiri dari banyak business unit dengan jumlah dan jenis bisnis yg berbeda-beda.


PANDANGAN KONSEPTUAL MENGENAI ERP

Hampir setiap diskusi mengenai ERP dimulai dengan sistem MRP dan MRP II dari tahun 70-an dan 80-an. Dalam lingkungan manufaktur yang lalu, fokus awalnya adalah pada ”widget”: kemampuan untuk menghasilkan produk adalah fokusnya. Organisasi biasanya menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Seberapa banyak widget yang saya butuhkan? Seberapa lama waktu yang diperlukan untuk menghasilkan widget sebanyak mungkin? Bagaimana saya dapat menghasilkan lebih banyak lagi widget? Hal ini, tentunya, adalah pertanyaan yang valid, tetapi karena pemanufakturan terjadi dalam suatu bentang waktu, jumlah pertanyaan yang sulit bertambah. Pertanyaan seperti itu secara luas difokuskan pada area pengadaan komponen untuk widget jadi dan pada penyimpanan material yang sebaiknya digunakan untuk membuat widget. Organisasi mencoba untuk memahami total pemanufakturan jadi dan bagaimana mendapatkan produk jadi.

MRP II menambahkan fokus pada perencanaan proses ini. Sistem ini mengintegrasikan kapasitas, desain teknik dan manajemen, biaya, dan rencana perusahaan jangka panjang kedalam sebuah persamaan. Banyak organisasi yang mengimplementasikan pendekatan ini mengadakan mekasnisme untuk mengkorelasikan perencanaan dan proses peramalan dengan jumlah produksi aktual. Hal ini mendukung organisasi untuk meraih keseluruhan efisiensi yang tinggi dalam arena manufaktur. Isu yang sebenarnya adalah bahwa sementara organisasai mempunyai penanganan aspek pemanufakturan bisnis yang lebih baik, hal itu masih merupakan integrasi yang lepas dengan komponen lain dari keuangan, penjualan, pemasaran, konsumen, kepuasan, dan distribusi, untuk menyebutkan beberapa.

ERP adalah mesin software yang dahsyat yang berusaha untuk menyediakan tampilan tanpa lapisan ke semua departemen, sistem, dan data yang ada dalam sebuah organisasi agar setiap departemen memahami bagaimana itu sesuai dalam makrostruktur organisasi dan bagaimana hal itu berpengaruh pada makrostruktur itu. Pengertian tersebut adalah penting dalam memfasilitasi peningkatan komunikasi antara departemen, manajemen pengetahuan yang lebih baik, dan proses yang diperbaiki. Peningkatan tersebut adalah dasar dari perubahan bisnis yang fundamental.


2.2 SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM )

Supply Chain Management (SCM) adalah merupakan aplikasi terpadu yang memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal pengadaan barang dan jasa bagi perusahaan sekaligus mengelola hubungan diantara mitra untuk menjaga tingkat kesediaan produk dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan secara optimal. SCM memiliki keterkaitan secara langsung dengan ERP terutama dari sisi Logistik Perusahaan, pembelian dan hutang serta manajemen mitra.
Adapun definsi SCM adalah “ Suatu solusi terpadu yang melibatkan pengelolaan sumberdaya organisasi atas kebutuhan barang dan jasa dan juga meliputi manajemen para mitra dengan memanfaatkan basis data yang terintegrasi dan bertujuan untuk menjamin terpenuhinya tingkat kebutuhan material suatu organisasi”.

Simchi-Levi mendefinisikan Supply Chain Management (SCM) sebagai berikut (2000:1): “Is set of approaches utilized to efficiently integrate suppliers, manufacturers, warehouse and stores, so that merchandise is produced and distributed at the right quantities, to the right locations and at the right time, in order to minimize system wide cost while satisfying service level requirements.” Sedangkan Hanfield dalam bukunya Supply Chain Redesign (2002:8) mendefinisikan SCM sebagai berikut: “Is the integration and management of supply chain organization and activities through cooperative organization relationship, effective business process, and high levels of information sharing to create high-performing value systems that provide member organizations a sustainable competitive advantage”.

Terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan :

  1. Tujuan dari SCM adalah untuk melakukan efektifitas dan efisiensi mulai dari suppliers, manufacturers, warehouse dan stores. Tidak adanya koordinasi yang baik antara pihak-pihak yang terkait akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Salah satu dampak yang kerapkali terjadi adalah “Bullwhip effect”. Hal ini terjadi karena kurangnya koordinasi dalam pertukaran informasi antara toko retail, distributor dan perusahaan. Disatu sisi ketika manajer toko retail melihat peningkatan permintaaan dari konsumen sejumlah 100 unit maka peningkatan 100 unit ini akan ditangkap distributor sejumlah 500 unit dan perusahaan akan menangkap perningkatan permintaan tersebut sebesar 2500 unit. Kalau kita memperhatikan, informasi jumlah 100 itu dapat sampai ke pihak perusahaan bagaikan bola salju yang menggelundung dari atas kebawah yang semakin lama semakin besar. Dan hal ini akan menjadi lebih kacau lagi kalau pemenuhan kebutuhan itu ditangkap pada waktu yang sudah berjalan cukup lama.

  2. SCM mempunyai dampak terhadap pengendalian biaya.

  3. SCM mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan perusahaan kepada customer.

Dalam kurun waktu dewasa ini keinginan customer lebih cepat mengalami perubahan, hal ini dapat kita lihat dari ragam produk yang ada dalam pasaran. Hal ini membuat perusahaan harus dapat mengatur secara baik persediaan yang dimiliki perusahaan, karena dengan perubahan jumlah permintaan terhadap produk tertentu akan membuat perubahan terhadap kebijakan perusahaan untuk persediaan, dalam hal ini salah satunya adalah menentukan tingkat pemesanan kembali. Supply Chain Management berbicara mengenai bagaimana mengatur pemasokan barang terhadap perusahaan. Namun SCM bukan hanya berbicara mengenai pemasokan barang secara sederhana. SCM berbicara mengenai cara untuk mengintegrasikan rantai pasokan barang sampai pendistribusian barang ketangan pelanggan akhir. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat kompleks, karena begitu banyak pihak yang terlibat dalam perjalanan dari supplier, perusahaan, distributor sampai ke pengguna akhir . Menurut Ramalhinho (October, 2002) dalam artikelnya : “Supply Chain Mangement: an opportunity for Metaheuristic” mengatakan sehubungan dengan dunia industri: “The increasing need of industry to compete with its product in global market, across cost, quality and service dimension, has driven the need to develop logistic systems more efficient than those traditionally employed”. Jadi dapat disimpukan bahwa sistem persediaan yang baik semakin dibutuhkan dalam persaingan global.


BAB III

IMPLEMENTASI


    1. IMPLEMENTASI ERP

Sistem ERP meliputi perencanaan, implementasi dan pemeliharaan yang dilakukan terus-menerus. Untuk membantu men-standardisasikan dan men-sistemkan implementasi ERP, diperlukan metodologi yang terstruktur dengan pendekatan dari sisi disiplin ilmu teknik bukan hanya dipandang dari sisi individu pengembang software. Langkah-langkah dasar dari metodologi terstruktur ini adalah :

  • Pendefinisian proyek dan Analisis Kebutuhan, yaitu pendefinisian term of reference, menentukan kebutuhan pengguna dan batasan sistem, membangkitkan fungsi yang lebih spesifik dan model logika untuk solusi terbaik

  • Desain Eksternal, yaitu mendesain detail dari solusi yang telah dipilih, seperti pembuatan diagram-diagram yang dibutuhkan (DFD, ERD, dll)

  • Desain internal, yaitu proses pembangunan, pengujian, peng-instal-an, dan pengesetan software

  • Pre-implementasi, meliputi proses evaluasi dan penyetujuan

  • Implementasi, yaitu proses implementasi sistem

  • Post-implementasi, yaitu pengontrolan proses evaluasi dan debugging (pencarian bug).

Ketika perusahaan membeli sebuah sistem ERP, yang perlu diperhatikan adalah apakah sistem ERP tersebut betul-betul memberikan manfaat dan memiliki fungsi yang spesifik. Untuk mengetahui apakah sistem ERP ini layak atau tidak, perlu dilakukan feasibility analysis. Kegunaan flexibilit study meliputi analisa tujuan dan konsep sistem, evaluasi pendekatan yang berbeda untuk tujuan yang dapat diterima, dan identifikasi pendekatan yang telah direncanakan.

Berikut ini adalah ringkasan poin-poin yg bisa digunakan sebagai pedoman pada saat implementasi ERP:

  • ERP adalah bagian dari infrastruktur perusahaan, dan sangat penting untuk kelangsungan hidup perusahaan. ERP adalah bagian dari infrastruktur perusahaan, dan sangat penting untuk kelangsungan hidup perusahaan. Semua orang dan bagian yang akan terpengaruh oleh adanya ERP harus terlibat dan memberikan dukungan terhadap jalannya ERP.

  • ERP ada untuk mendukung fungsi bisnis dan meningkatkan produktivitas, bukan sebaliknya. ERP ada untuk mendukung fungsi bisnis dan Meningkatkan produktivitas, bukan sebaliknya. Tujuan implementasi ERP adalah untuk meningkatkan daya saing perusahaan.

  • Pelajari kesuksesan dan kegagalan implementasi ERP, jangan berusaha membuat sendiri praktek implementasi ERP. Ada metodologi tertentu untuk implementasi ERP yang lebih terjamin keberhasilannya.

Penyebab Gagalnya ERP Penyebab Gagalnya ERP

  • Waktu dan biaya implementasi yang melebihi anggaran

  • Pre-implementation tidak dilakukan dengan baik

  • Strategi operasi tidak sejalan dengan business process design dan pengembangannya

  • Orang-orang tidak disiapkan untuk menerima dan beroperasi dengan sistem yang baru

Tanda-tanda kegagalan ERP biasanya ditandai oleh adanya hal-hal sebagai berikut:

  • Kurangnya komitmen top management - Kurangnya komitmen manajemen puncak

  • Kurangnya pendefinisian kebutuhan perusahaan (analisa strategi bisnis)

  • Cacatnya proses seleksi software (tidak lengkap atau terburu-buru memutuskan)

  • Kurangnya sumber daya (manusia, infrastruktur dan modal)

  • Kurangnya 'buy in' sehingga muncul resistensi untuk berubah dari para karyawan

  • Kesalahan penghitungan waktu implementasi

  • Tidak cocoknya software dgn business process

  • Kurangnya training dan pembelajaran

  • Cacatnya project design & management

  • Kurangnya komunikasi

  • Saran penghematan yang menyesatkan

Software ERP

Berikut adalah software ERP yang saat ini beredar, baik yang berlisensi bayar maupun open source: Berikut adalah software ERP yang saat ini beredar, baik yang berlisensi bayar maupun open source: SAP, JDE, BAAN, MPGPro, Protean, Compiere,Adempiere.

    1. IMPLEMETASI SCM

Implementasi Supply Chain Management (SCM) merupakan salah satu bagian penting untuk memperbaiki kemampuan kompetisi organisasi bisnis. SCM menjadi suatu strategi kompetitif untuk menjembatani pemasok dengan pemakai (Gunasekaran, editorial EJOR 159, 2004).

Pemain Utama dalam Supply Chain Management (SCM)

Supply Chain menunjukkan adanya rantai yang panjang yang dimulai dari supplier sampai pelanggan, dimana adanya keterlibatan entitas atau disebut pemain dalam konteks ini dalam jaringan supply chain yang sangat kompleks tersebut. Berikut ini merupakan pemain utama yang yang terlibat dalam supply chain:

  1. Supplier (chain 1). Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama disini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, suku cadang atau barang dagang.

  2. Supplier-Manufacturer (chain 1-2). Rantai pertama tadi dilanjutkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan tempat mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan kedua mata rantai tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, penghematan inventory carrying cost dengan mengembangkan konsep supplier partnering.

  3. Supplier-Manufacturer-Distribution (chain 1-2-3). Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah besar.

  4. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets (chain 1-2-3-4). Dari pedagang besar tadi barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada customer, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.

  5. Supplier-Manufacturer-Distribution-Retail Outlets-Customer (chain 1-2-3-4-5). Customer merupakan rantai terakhir yang dilalui dalam supply chaindalam konteks ini sebagai end-user.

Hambatan pada implementasi Supply Chain Management (SCM)

SCM merupakan sesuatu yang sangat kompleks sekali, dimana banyak hambatan yang dihadapi dalam implementasinya, sehingga dalam implementasinya memang membutuhkan tahapan mulai tahap perancangan sampai tahap evaluasi dan continuous improvement. Selain itu implementasi SCM membutuhkan dukungan dari berbagai pihak mulai dari internal dalam hal ini seluruh manajemen puncak dan eksternal, dalam hal ini seluruh partner yang ada. Berikut ini merupakan hambatan-hambatan yang akan dialami dalam implementasi SCM yang semakin menguatkan argument bahwa implementasi SCM memang membutuhkan dukungan berbagai pihak (Chopra & Meindl 2001):

  1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.

  2. Decreasing Product Life Cycles. Menurunnya daur hidup sebuah produk membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang, karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebut dipasaran.

  3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).

  4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini mebuat Supply chain mangement semakin rumit dan kompleks.

  5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.

    1. KETERKAITAN ERP DAN SCM

Enterprise Resources Planning (ERP) adalah merupakan aplikasi terpadu yang memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal pengelolaan sumberdaya perusahaan yaitu : keuangan, sumberdaya manusia dan logistik. Ketiga sumberdaya tersebut akan membentuk sistem informasi back office bagi perusahaan dalam rangka mendukung kegiatan bisnis utama.

Supply Chain Management (SCM) adalah merupakan aplikasi terpadu yang memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal pengadaan barang dan jasa bagi perusahaan sekaligus mengelola hubungan diantara mitra untuk menjaga tingkat kesediaan produk dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan secara optimal. SCM memiliki keterkaitan secara langsung dengan ERP terutama dari sisi Logistik Perusahaan, pembelian dan hutang serta manajemen mitra.
















BAB IV

KESIMPULAN


Berdasarkan kepada pemaparan diatas tergambarkan nilai strategis yang dimiliki oleh teknologi dan sistem informasi dalam hal ini adalah ERP dan SCM guna mendukung kemampuan perusahaan / pelaku bisnis agar mampu untuk bersaing dalam pasar yang kompetitif sehingga focus utama yang patut menjadi perhatian adalah bahwa dengan mengimplementasikan sistem ERP dan SCM perusahaan / pelaku bisnis diharapkan:

  1. Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja manajemen secara menyeluruh.

  2. Dapat persiapan diri dalam menghadapi persaingan bebas, di mana perusahaan kelas duania akan bertempur di Indonesia dalam tujuan-tujuan membantu pencapaian effectiveness dari perusahaan.

  3. Dapat meningkatkan efesiensi operasi bisnis dan efektifitas pengambilan keputusan. Beberapa keuntungan penggunaan ERP dalam perusahaan.

  4. Dapat membantu memperlancar proses bisnis dan membuatnya menjadi lebih mudah, murah, cepat dan efisien.

  5. Dapat meningkatkan etos kerja karyawan, karena proses kerja tersusun sesuai dengan standar operasi perusahaan yang sudah dibakukan.

  6. Dapat melakukan kontrol yang lebih akurat karena untuk membantu dalam proses keluar masuknya arus barang.

  7. Dapat manambah daya saing perusahaan, karena ERP dan SCM dapat membantu dalam distribusi produk dan juga memberikan informasi yang cepat dan akurat bagi konsumen.

Secara umum maka dapat disimpulkan beberapa faktor kunci kesuksesan implementasi ERP & SCM yaitu : Bisnis Proses yang matang, manajemen Perubahan yang baik, komitmen mulai dari level manajemen sampai ke user.